Arsip Blog

Apa di Kotamu Ada Bioskop?

“sesampainya di laut, kuceritakan semuanya”

tapi kau tidak pernah menceritakan semuanya, El. Di kerongkonganmu ada rumah gadang, berhala, lampu kota dan magnum. Aku hanya ingin mencurimu dari mereka, untuk kukantongi, dan kunikahi , di bioskop.

“masih lamakah?”, tanyamu. Dan gigi-gigi mengatup.

kebanyakan Jurnalis memang begitu, El. Arwah mereka meletup, berputus asa. Sengaja, mungkin. Menyerah pada kejadian dan kecurangan. Maka tolonglah berhentilah bernyanyi; karena hari-hari selalu kembali, seperti di bulan Januari. Seperti di bulan januari, aku kembali menginginkanmu. Dan dengan sesederhana itu : engkau melamarku.

“mungkin tuhan mulai bosan?”

Engkaulah tuhan. Dan aku tetap saja mencuci kaus kaki, El. Persiapan untuk bertemu gerombolan penjahat, calo calon, tanah ulayat dan janin. Untuk itu, tolonglah menjauh, untuk kuperistri nanti, atau mati, di bioskop, sebagai tuhan.

“aku tidak percaya , apa buktimu”, katamu. Dan gelombang tiba-tiba pasang. Merah Padam: dari senyummu yang terlalu simpul

Memang, Kebanyakan penyair begitu, El. Kaki-kaki berapi, yang membakar. Sengaja atau tidak, mereka mencintai kebenaran. Dan membenarkan. Maka tolonglah berhenti tersenyum; karena di matamu; singgalang runtuh, menjadi air, yang kau bawa di lengan. Dan karena penyair memilih sendiri tuhannya, aku memilihmu.

Percayalah, aku masih ingin mendaki gunung, El, kebenaran pada salah satu sudut kotamu. Justru karena rumput tidak lagi bergoyang, El : “alam mulai enggan bersahabat”

KAU LARANG MEROKOK

(1) El, setelah peluru yang kukirim nyasar ke dadamu aku adalah rumah hantu abu-abu (kau masuki ragu-ragu).  Dengan penuh curiga,  segera saja kau lepas jahitan di kepala dan di tetek bandara; kau lepas rindumu di udara.

Segala yang kini kau kira percuma dan sia-sia, kau gubah jadi kata sederhana; “complicated”, katamu. Di balik kulit, aku terpaksa membisu, meringkuk di lubuk, untuk kemudian membusuk seirama letupan gulungan kertas sumbu; akulah pembunuh kekarmu yang angker

(MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER)

(2) El, kita telah diasin-asingkan kiamat; pada dendang garang kata tamat.  Irisan batok kepalaku telah mencekikmu. Kau yang telah mampu berhitung, kini menabung garam; dimatamu, dan mataku.

Siksa untukmu yang kuselipkan di lobang gigiku telah kumuntahkan; setajam serapah (kontroversi tanpa akar masalah, kontradiksi dari aku yang pernah gemar bersumpah)

Aku mencumbu rasa sakitmu; kematian dariku yang tidak butuh aba-aba (bahkan jejatuhan batu bata). Kau meringkuk terhimpit bangunan. Sebab ketika kata-kata tumpah ditubuh sebagai musuh; duniamu sontak luruh, runtuh. Padaku kata-kata masih pandai bicara: terimakasih kurir kosong delapan lima dua “we has been delivered,  fastly and absolutely safetly”. Dan cermin serta kaca-kacaku pecah; Pesawat tempur terbang rendah.

(MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN SERANGAN  JANTUNG)

(3) Penyair yang lapar telah kehabisan sajak berkelamin rayu, El. kumohon kau menyerah tak bersyarat ke rumah makanku.

(MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN IMPOTENSI)

(4) Pada satu episode,  El, aku pernah bermimpi melukis satu telur asin pemenang lomba; lomba yang berhadiah utama senyawa keras wajahmu, gemetar bibirku. Tapi jutaan telur asin dari tokoku mungkin tak akan pernah kau temui di meja kerjamu. Sebab kini kau dirasuki radiasi, dilarikan oleh kata-kata dan enggan kembali. empat roda yang kukirim dari kurir kosong delapan lima dua telah mencuri jabang bayi. Keparat yang telah menggali kubur bagi telur asinku pantas sengsara (aku yang mengerut.

Sekarang katakan!,  tetap masih belum kau bacakah sesalku?.

Dan dari sesal yang bebal, untukmu pernah kuurai setampuk rayu; “hapus saja El, toh, ia hanya sejumput kata akhir yang mesra”. Dan kau belai seonggok batu; “padamu memang segampang lupakan nomer telpon sedot tinja” (garam pandai menyair di matamu, dan dengan diam-diam cegukan sajaknya mengintaiku)

(MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN)

Padang, 2010

seorang ibuku: kudap lah cinta

yang tersisa dari panen terakhir adalah sekat-sekat pematang dan lelaki jalang. mungkin kau masih ingat saat kau bilang: “wah, memangnya setelahku ada berapa??”: saat itu ada lidah yang membuatku tiba-tiba menjadi kotoran dengan wangi kau suka. dengan izinnya maka kukunyah putingmu, kupaksa air susu keluar ke dunia masa-masa yang sukar. wahai keparat yang lengah, tolonglah menjadi seorang ibuku!!!

disemak belukar kita akan temukan sepasang cincin kawin. satu untukmu, lainnya untukku, masing-masing kita dapat satu. sedang untuk ibuku? ya, dilehernya kulilitkan tali sepatu. sejarah perjalanan panjangku dan lentik bekas gigitmu dibahuku. dirinya, tanpa seremoni kita akan menjadi suami istri. dirimu, kutanda-tangani surat kuasa dari “secantik seorang ibuku”.

maka kitalah suami istri, tanpa mas kawin dan surat berbentuk buku dari mantri. ya, rumah tangga kaumodali dengkul dan seorang ibuku yang suci. tanpa cangkul lalu kita berproduksi :siang-malam hingga pagi..

dia: cintanya padanya

mirror_by_i_Riya

sederhana saja:
dia adalah pemuas nafsunya
pemilik nadi dari cinta pertamanya

ialah pengagum denyut jazz dibalut techno
kesukaannya

seperti lilin yang beku
ketika kehilangan panasnya;
ia menjemur airmata
berharap tuntas
dan meranggas
segala gerus
di puncak kudus

lembahnya.

Sakramen bunuh diri

[puisimu: Tidak ada seorangpun yang mampu menafsirkan ia kedalam sajak apapun, remuk menghancurkan sisa-sisa bunga: didadamu. Dan dia akan membunuh seperti langkah patah-patah yang terus mengerangi bayangan, seperti kuburan, seperti  gatal ulat bulu, seperti indah matamu; Sesosok masa lalu.]

Suicide_by_durkheim

kasur dengan pesingnya akan kita jemur dipelukan hangat matahari. Diatasnya Kita telah setuju untuk tinggalkan sedikit noda darah. Yah, hanya sebagai  pendamping kapuk dan pesing, seperti tiga arah yang rumit; sepeluk, semabuk, sekantuk. Seperti tiga kakiku; dikiri, dikanan, disenapan. Seperti hidupmu; menghancurkan, meninggalkan, mengenangkan

kau tahu?Sajakku telah menggerayangi derita pada pulau-pulau, desa-desa, janda-janda, senjata-senjata, marga-marga. Tapi  hanya satu yang bersatu dalam satu luruh: bukan seberapa banyak tubuh runtuh, bukan seberapa tinggi menara jatuh. Untuk luruh terhebat, Bukankah rugi jika tidak Kau putuskan ini sebagai waktu yang tepat untuk bersemedi, atau mati.

Engkau akan baca sajakku seperti kaca saat Kita akan membelah nadi.  Kita terlihat seakan-akan menghukum mati sekelompok prajurit yang lupa cara membela diri; tapi jangan takut! ,Negara tak peduli berapa mati di tanah pertiwi, tak peduli berapa sapi membajak kuburan sendiri!

ia tua sudah

Telah didih 100

kering di dahan bebatuan.

sebuah kota tua menyimpan sejarah

dari kebenaran tak terbantah

sepi jenis apa

kami tidak akan menulis puisi bersama-sama. karena, sebelum melantunkan cord yang belum kumengerti ia menuduhku mencuri sedikit arah dari kesepiannya. tiang listik yang menjagaku dari dinginnya lubuk mengeliat, menyumpah menyerapah, menyebut tuhan pertamanya…

kami tidak akan saling menjaga. karena, sebelum mencairkan kebekuan sisa dirinya ia menjebakku didalam kerangka rumah yang dibangunnya. bulu mataku jatuh, dadaku gemuruh dan tak ada telaga dimana-dimana dari lidah keringku…

angel_by_andreimogan