Monthly Archives: Juni 2008

keping-keping kuping

berkeping-keping kuping hasil tebasan sebagai rampasan perang tergeletak lemas dilantai marmer kamar itu. aku tercekik, ketika mereka menunjuk-nunjuk hidung seorang perempuan dengan tangan dan kakinya terikat, dan berteriaklah mereka dengan ganas: “inilah hukuman bagi teman-temanmu yang telah bicara dan mendengar bualan tentang agama bulan…!!”.

aku berlari. meninggalkan telinga yang berserakan, anak-anak tuhan dan sepasang manusia kasmaran di malam minggu itu pukul delapan

persembahan untuk jiwa yang tergila dan sahabatku, yandra

bulan pudar malam ini, bunda

malam ini bulan terlalu pudar….
entah dimana dapat kutemukan gelinjang gemas. dapatkah kutemukan gurauan bocah-bocah dalam sebuah kamar, dan wanita murahan yang telentang lemas setelah amukan ganas yang liar?
owh, lelaki bejat dengan keringat, keluar dari pintu berukir naga. apa aku masih bersama bulan yang pudar, bunda?

sebilah pedang tertancap didahiku. aku dapat melihat gagangnya dengan sebelah mata terbuka. tapi aku terlalu letih dan mengantuk, bunda…tubuh ini memenjarakanku, mengikat keceriaanku diperbatasan..!. katakan, kenapa aku tidak dapat terbang seperti burung..?! bolehkah aku tidur dalam pelukan bulan yang pudar, bunda?

aku ingin menari dan tersenyum malam ini, sekedar mengadukan keresahanku padamu :

ketegaran ini menyakitkan
resah ini terlalu menyenangkan.

aku dikalahkan tuhan tanpa bantuan setan

begitu muram, hei puisiku..!.bocah-bocah kusam berlarian mengejar sebuah taman yang kehilangan kehijauan. aku kecapaian mengusir burung-burung yang menarikan kebebasannya. lihat deh, gayanya bikin murka..!!

aku bersembunyi bersama kehijauan, dan kami saling mengedipkan sebelah mata seakan sama-sama mengerti kegalauan. pada kehitaman ada kepala pembunuh…kami tidak takut kematian, kami justru gamang dikalahkan…!!

begitu muram, hei puisiku..!.perempuan susu layu gemetaran menunggu munculnya sebuah gerbang yang usang. aku mengalahkan tuhan tanpa bantuan setan (sekarang mereka tertunduk, malukah mereka..?). lihat deh, setan dan tuhan itu satu turunan..!!

aku mengambang sendirian. aku bertanya pada api lilin yang kubeli dari sebuah toko yang menjual segala. lilin-lilin kemudian menjelaskan sesuatu padaku : tentang toko itu, dimana aku menjual aku, tentang dia, yang bukan lagi dia, tentang musuh-musuh terhebat yang tak terkalahkan : tempat dimana tuhan diciptakan

malam ini tempat itu begitu muram, hei puisiku…bagaimana jika aku bocah kusam atau perempuan susu layu saja?. aiih, bagi mereka tempat itu bercahaya. kenapa tak memilih untuk terkalahkan biar hapus lenyap segala muram? kenapa harus sengsara jika bisa hidup tanpa duka?